Bismillahir rahmanir rahiim
Syaikh  Abu Hasan Ali Hujwiri dalam kitabnya yang berjudul Kasyf  Al-Mahjub,  mengatakan bahwa wali Akhyar sebanyak 300 orang, wali Abdal  sebanyak 40  orang, wali Abrar sebanyak 7 orang, wali Autad sebanyak 4  orang, wali  Nuqaba sebanyak 3 orang dan wali Quthub atau Ghauts sebanyak  1 orang.  Sedangkan menurut Syaikhul Akbar Muhyiddin ibnu `Arabi dalam  kitabnya  al-Futuhat al-Makkiyyah membuat pembagian tingkatan wali dan   kedudukannya. Jumlah mereka sangat banyak, ada yang terbatas dan yang   tidak terbatas. Sedikitnya terdapat 9 tingkatan, secara garis besar   dapat diringkas sebagai berikut :1. Wali Quthub al-Aqthab atau Wali Quthub al-Ghauts
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat, maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat, maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.
2. Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat. Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bergelar Abdur Robbi, bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bergelar Abdul Malik, bertugas menyaksikan alam malaikat.
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat. Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bergelar Abdur Robbi, bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bergelar Abdul Malik, bertugas menyaksikan alam malaikat.
3. Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kaabah. Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul Hayyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdul Murid.
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kaabah. Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul Hayyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdul Murid.
4. Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab al-Futuhatul Makkiyyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu (Muhyiddin ibnu ‘Arabi) mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah.
Pada tahun 586 di Spanyol, Muhyiddin ibnu ‘Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa al-Baidarani. Sahabat Muhyiddin ibnu ‘Arabi yang bernama Abdul Majid bin Salamah mengaku pernah juga bertemu Wali Abdal bernama Muâ’az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab al-Futuhatul Makkiyyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu (Muhyiddin ibnu ‘Arabi) mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah.
Pada tahun 586 di Spanyol, Muhyiddin ibnu ‘Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa al-Baidarani. Sahabat Muhyiddin ibnu ‘Arabi yang bernama Abdul Majid bin Salamah mengaku pernah juga bertemu Wali Abdal bernama Muâ’az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.
5. Wali Nuqobaa
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqobaa melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqobaa melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.
6. Wali Nujabaa
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.
7. Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair ibnu Awam. Allah menganugerahkan kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam beribadah.
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair ibnu Awam. Allah menganugerahkan kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam beribadah.
8. Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab. Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.
Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian, sesudah 3 hari baru bisa berbicara.
Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun. Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab. Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.
Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian, sesudah 3 hari baru bisa berbicara.
Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun. Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.
9. Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi Muhammd saw.
Jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah ada 356 sosok, yang mereka itu ada dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim, Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga jumlah kerseluruhan 356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena adanya hadits yang menyebut demikian.
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi Muhammd saw.
Jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah ada 356 sosok, yang mereka itu ada dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim, Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga jumlah kerseluruhan 356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena adanya hadits yang menyebut demikian.
Sedangkan menurut Syaikh al-Akbar Muhyiddin ibnu ‘Arabi  (menurut  beliau muncul dari mukasyafah) maka jumlah keseluruhan Auliya  yang telah  disebut diatas, sampai berjumlah 589 orang. Diantara mereka  ada satu  orang yang tidak mesti muncul setiap zaman, yang disebut  sebagai  al-Khatamul Muhammadi, sedangkan yang lain senantiasa ada di  setiap  zaman tidak berkurang dan tidak bertambah. Al-Khatamul Muhammadi  pada  zaman ini (zaman Muhyiddin ibnu ‘Arabi), kami telah melihatnya  dan  mengenalnya (semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya), saya tahu  ia  ada di Fes (Marokko) tahun 595 H. Sementara yang disepakati  kalangan  Sufi, ada 6 lapisan para Auliya, yaitu para Wali: Ummahat,  Aqthab,  A’immah, Autad, Abdal, Nuqaba dan Nujaba.
Pada  pertanyaan lain : Siapa yang berhak menyandang Khatamul Auliya   sebagaimana gelar Khatamun Nubuwwah yang disandang oleh Nabi Muhammad   saw?.
Ibnu Araby menjawab :
Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Nabi Isa Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia disela oleh Nubuwwah Syari’at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Nabi Isa, sebagai salah satu dari Ulul ‘Azmi dari para Rasul dan Nabi mulia. Maka turunnya Nabi Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tetapi aturannya mengikuti aturan Nabi Muhammad saw, bergabung dengan para Wali dari ummat Nabi Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka kita.
Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Nabi Isa Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia disela oleh Nubuwwah Syari’at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Nabi Isa, sebagai salah satu dari Ulul ‘Azmi dari para Rasul dan Nabi mulia. Maka turunnya Nabi Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tetapi aturannya mengikuti aturan Nabi Muhammad saw, bergabung dengan para Wali dari ummat Nabi Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka kita.
Pada  mulanya, ada Nabi, yaitu Adam as. Dan akhirnya juga ada Nabi,  yaitu  Nabi Isa, sebagai Nabi Ikhtishah (kekhususan), sehingga Nabi Isa  kekal  di hari mahsyar ikut terhampar dalam dua hamparan mahsyar. Satu  Mahsyar  bersama kita, dan satu mahsyar bersama para Rasul dan para Nabi.
Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (zaman Muhyiddin ibnu ‘Arabi) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal di tahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah Ta’ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Penutup Kewalian Muhammadiyah darinya. Dan Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam sirr-nya.
Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (zaman Muhyiddin ibnu ‘Arabi) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal di tahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah Ta’ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Penutup Kewalian Muhammadiyah darinya. Dan Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam sirr-nya.
Sebagaimana  Allah menutup Nubuwwah Syariat dengan Nabi Muhammad SAW,  begitu juga  Allah menutup Kewalian Muhammadi, yang berhasil mewarisi   Al-Muhammadiyah, bukan diwarisi dari para Nabi. Sebab para Wali itu ada   yang mewarisi Ibrahim, Musa, dan Nabi Isa, maka mereka itu masih kita   dapatkan setelah munculnya Khatamul Auliya’ Muhammadi, dan setelah itu   tidak ada lagi Wali pada Kalbu Muhammad saw. Inilah arti dari Khatamul   Wilayah al-Muhammadiyah. Sedangkan Khatamul Wilayah Umum, dimana tidak   ada lagi Wali setelah itu, ada pada Nabi Isa Alaissalam. Dan kami   menemukan sejumlah kalangan sebagai Wali pada Kalbu Nabi Isa As, dan   sejumlah Wali yang berada dalam Kalbu para Rasul lainnya.
Dilain  tempat, Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa dirinyalah yang menjadi  Segel  (Penutup) Kewalian Muhammad. Beberapa wali yang pernah mencapai  derajat  wali Quthub al-Aqthab (Quthub al-Ghaus) pada masanya :
• Sayyid Hasan ibnu Ali ibnu Abi Thalib
• Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz
• Syaikh Yusuf al-Hamadani
• Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
• Syaikh Ahmad al-Rifa’i
• Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy
• Syaikh Ahmad Badawi
• Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
• Syaikh Muhyiddin ibnu Arabi
• Syaikh Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi
• Syaikh Ibrahim Addusuqi
• Syaikh Jalaluddin Rumi
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Beliau pernah berkata Kakiku ada diatas kepala seluruh wali. Menurut Abdul Rahman Jami dalam kitabnya yang berjudul Nafahat Al-Uns, bahwa beberapa wali terkemuka diberbagai abad sungguh-sungguh meletakkan kepala mereka dibawah kaki Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
Beliau pernah berkata Kakiku ada diatas kepala seluruh wali. Menurut Abdul Rahman Jami dalam kitabnya yang berjudul Nafahat Al-Uns, bahwa beberapa wali terkemuka diberbagai abad sungguh-sungguh meletakkan kepala mereka dibawah kaki Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
Syaikh Ahmad al-Rifa’i
Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata :
Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata :
“Ya Sayyidi! Tuan Guru  adalah Quthub”. Jawabnya; “Sucikan olehmu syak  mu daripada  Quthubiyah”. Kata murid: “Tuan Guru adalah Ghaus!”.  Jawabnya: “Sucikan  syakmu daripada Ghausiyah”.
Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa  yang demikian itu adalah dalil  bahwa Syaikh Ahmad al-Rifa’i telah  melampaui “Maqamat” dan “Athwar”  karena Qutub dan Ghauts itu adalah  Maqam yang maklum (diketahui umum).
Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk.
Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, “Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk.
Kemudian beliau  menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau  dengan debu sambil  menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh  Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i  ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak  terhitung banyaknya  kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu  dialaminya selama  sebulan. Hingga ada yang tanya, Kok, bisa sampai  begitu banyaknya yang  keluar, dari mana ya kanjeng syaikh. Padahal sudah  dua puluh hari tuan  tidak makan dan minum.
Beliau menjawab, Karena ini semua dagingku  telah habis, tinggal  otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar  dan besok aku akan  menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika  wafatnya, keluarlah benda  yang putih kira-kira dua tiga kali terus  berhenti dan tidak ada lagi  yang keluar dari perutnya. Demikian mulia  dan besarnya pengorbanan Aulia  Allah ini sehingga sanggup menderita  sakit menanggung bala yang  sepatutnya tersebar ke atas manusia lain.  Wafatlah Wali Allah yang  berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada  hari Kamis waktu duhur 12  Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang  lain mengatakan tahun 578  Hijrah.
Syaikh Ahmad Badawi
Setiap hari, dari pagi hingga sore, beliau menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat.
Setiap hari, dari pagi hingga sore, beliau menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat.
Pada usia  dini beliau telah hafal Al-Quran, untuk memperdalam ilmu  agama ia  berguru kepada syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan syaikh Ahmad  Rifai.  Suatu hari, ketika beliau telah sampai ketingkatannya, Syaikh  Abdul  Qadir al-Jailani, menawarkan kepadanya: “Manakah yang kau inginkan  ya  Ahmad Badawi, kunci Masyriq atau Maghrib, akan kuberikan untukmu”,  hal  yang sama juga diucapkan oleh gurunya Syaikh Ahmad Rifai, dengan   lembut, dan karna menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab;   Aku tak mengambil kunci kecuali dari al-Fattah (Allah ).
Peninggalan syaikh Ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan shalawat badawiyah sughro dan shalawat badawiyah kubro.
Syaikh Abu Hasan Asy-Syazili
Syaikh Abu Hasan Asy-Syazili
Keramat  itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti   keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya   digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang   tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan   pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah   (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri   dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Beliau  pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi  gurunya.  Kemudian beliau menjawab, Guruku adalah Syaikh Abdus Salam ibnu   Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh   lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a,   Umar bin Khattab r.a, Usman bin Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a,   dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil,   Izro’il dan ruh yang agung.
Beliau pernah berkata, Aku diberi  tahu catatan muridku dan muridnya  muridku, semua sampai hari kiamat,  yang lebarnya sejauh mata memandang,  semua itu mereka bebas dari  neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan  oleh syariat, aku pasti bisa  memberi tahu tentang kejadian apa saja yang  akan terjadi besok sampai  hari kiamat. Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi  berkata, Aku setiap malam  banyak membaca Radiyallahu’an Asy-Syekh Abul  Hasan dan dengan ini aku  berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang  menjadi hajatku, maka  terkabulkanlah apa saja permintaanku.
Lalu aku bermimpi bertemu  dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya,  Ya Rasulallah, kalau seusai  shalat lalu berwasilah membaca Radiya  Allahu ˜An Asy-Syaikh Abu Hasan  dan aku meminta apa saja kepada Allah  swt, apa yang menjadi kebutuhanku  lalu dikabulkan, seperti hal tersebut  apakah diperbolehkan atau  tidak?. Lalu Nabi saw menjawab, Abu Hasan itu  anakku lahir batin, anak  itu bagian yang tak terpisahkan dari orang  tuanya, maka barang siapa  bertawassul kepada Abu Hasan, maka berarti dia  sama saja bertawassul  kepadaku.
Peninggalan syaikh Abu Hasan asy-Syazili yang sangat  utama, yaitu  Hizib Nashr dan Hizib Bahar. Orang yang mengamalkan Hizib  Bahar dengan  istiqomah, akan mendapat perlindungan dari segala bala.  Bahkan, bila ada  orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia  akan melihat  lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan  gerak renang  layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya  telan samudera.  Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak  renang sampai pagi  tiba dan pemilik rumah menegurnya. Hizib Bahar  ditulis syaikh Abu Hasan  asy-Syazili di Laut Merah (Laut Qulzum).
Di  laut yang membelah Asia dan Afrika itu syaikh Abu Hasan  asy-Syazili  pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak angin  bertiup,  sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari. Dan,  beberapa  saat kemudian Syaikh al-Syadzili melihat Rasulullah. Beliau  datang  membawa kabar gembira. Lalu, menuntun syaikh Abu Hasan  asy-Syazili  melafazkan doa-doa. Usai syaikh Abu Hasan asy-Syazili  membaca doa,  angin bertiup dan kapal kembali berlayar.
http://masaafirulkhoonah.blogspot.com/
.::Artikel Menarik Lainnya::.
KANG SA'O : 
Assalamu'alaikum, Wr.Wb... Jika pengunjung suka dengan posting ini anda bisa berbagi ke teman-teman anda melalui tab "sharing" diatas... Terima kasih...
Label:
Ulama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

















Comments :
0 komentar to “”
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI BLOG KAMI, JANGAN BOSAN-BOSAN BERKUNJUNG YA